Assalamualaikum..

Mencoba menyelaminya sekali lagi...
Hidup adalah memaknai apa yang kita dapat dan mensyukuri apa yang kita terima..

Kamis, 29 Oktober 2009

Jodoh


Sejujurnya aku tidak pernah menyiapkan hatiku untuk jatuh cinta dengan seseorang, pun aku tidak pernah merencanakan dengan siapa aku harus jatuh cinta. Aku ingat dulu ketika aku kelas satu SMA, aku jatuh cinta dengan seorang temanku ( laki – laki, pastinya!! ), aku tidak bisa kosentrasi belajar dalam kelas, aku ingin segera istirahat, atau cepat pulang agar aku bisa melihat wajah orang yang aku cintai. Aku akui waktu itu aku jadi semangat untuk ke sekolah, semangat mengerjakan soal – soal di LKS, agar ketika dia meminjam bukuku, semua soal – soal itu sudah terjawab, dan dianggap rajin oleh dia. Dulu ketika aku jatuh cinta dengan dia aku tidak punya begitu banyak syarat, yang penting fisikya OKE. Karena yang aku tahu temanku itu tampan, tinggi, pemain basket dan beberapa kelebihan lainnya yang membuat aku bangga saat bersama dengan dia, setidaknya bisa aku pamerkan didepan teman – temanku.hehe...

Menginjak usia 20 an aku tidak begitu mengutamakan fisik, tapi lebih kehati. justru aku memutuskan menjalin sebuah komitmen dengan orang yang sangat biasa sekali, baik dari segi fisik maupun dari segi materi, itu karena aku merasa dia begitu care dengan hidupku. Sabar, baik hati, suka mengalah dan sangat sederhana. Dari dia aku belajar untuk berbagi dengan orang lain walaupun terbatas, aku sering melihat begitu pemurahnya dia pada setiap orang, ringan tangan menolong siapapun yang membutuhkan, buktinya dia tidak pernah mengatakan tidak pada orang minta pertolongannya, subhanallah menurut aku dia kaya hati. Tapi akhirnya aku harus berfikir ulang untuk melangkah lebih jauh denga dia karena perbedaan cara berfikir kami tentang masa depan, ilmu dan agama. Dan syarat yang terakhir itulah yang tidak bisa aku tawar – tawar lagi, karena bagiku seorang laki – laki harus mampu menjadi imam untukku dan keluargaku kelak, dan harus bisa mengambil sikap dalam hal apapun, aku ingin sosok lelaki yang tegas, tidak plin plan dalam mengambil keputusan. Karena jika laki – laki tidak bisa mengambil sikap maka aku khawatir aku lebih dominan, dan menjadi kepala keluarga sehingga kehidupan keluarga tidak balance.

Di usiaku yang hampir seperempat abad, aku menemukan sosok lelaki impianku, yang menurut penilaianku sangat ideal, tampan, mapan, baik, dan diennya baik. Subhanallah Pada waktu itu aku merasa jadi wanita yang paling beruntung, sering kali dia menjadi imam sholat, ketika ada acara-acara di kampus. Begitu terpesonanya aku dengan dia yang hampir perfect itu membuat aku jadi lupa bersyukur, kecintaanku sangat berlebihan, begitu overprotectif dengan dia, kadang juga paranoid berlebihan, takut kalau – kalau ada yang mengambil dia dalam hidupku. Aku juga sering cemburu ketika ada sms dari wanita lain aku temukan di hp nya sekalipun kata dia itu temannya. Aku jadi tidak confort dan enjoy menjalani komitmen itu, apalagi aku tau banyak yang mencintai dia. Aku juga merasa minder dengan keadaan diriku yang sangat biasa saja. Anehkan ???

Seiring berjalannya waktu, aku mencoba meminimalkan sikap – sikap yang negatif itu, apalagi komitmen kami semakin kuat untuk melangkah kedepan. Namun entah mengapa semakin aku menjalani ke arah yang serius semakin aku ragu, karena keluarga besar dia tidak bisa menerima kehadiranku, karena back ground hidupku, dari suku yang berbeda, tempat tinggal yang jauh ( yang menurut mereka sulit dijangkau ketika menikah ) dan berbagai alasan lainnya yang menurut aku aneh dan terkesan dibuat – buat. Selain itu aku juga merasa dia mulai menekan kebebasanku dalam banyak hal, termasuk dalam hal berbusana. Dengan alasan agama dia mulai mengatur pergaulanku ( padahal selama ini aku bergaul dengan siapapun),meski aku tahu niatnya baik tapi entahlah tiba – tiba aku merasa tidak bisa menjadi diriku sendiri, apapun yang aku lakukan harus sesuai dengan keinginan dia, dia menginginkan aku berubah total dan aku merasa perubahan itu butuh waktu, dan proses. Bagaimanapun tidak ada yang instan. ( mie instan pun harus dimasak dulu, iya kan ?? ) Entahlah...tiba – tiba aku merasa begitu lelah menghadapi berbagai konflik, apalagi ketika keluarga besarnya menekanku, dia justru tidak berada dipihakku memberikan spirit, dia justru memilih menghindar dari masalah, dan akhirnya menyerah melepas aku dan menuruti keinginan keluarganya. Terus terang Aku kecewa saat itu. Kenapa dia tidak mau berjuang bersama – sama dengan aku membuktikan ke keluarga besarnya, kalau aku bisa menjadi yang terbaik. Kenapa dia meninggalkan aku disaat aku sedang bermetamorfosis seperti keinginannya, Hijrah menjadi muslimah yang kaffah. Saat itu aku merasa begitu kehilangan,,,

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun...segala sesuatu adalah titipan termasuk perasaan aku ke dia yang Allah titipkan dalam hatiku, dan ketika titipan itu diminta lagi sama Allah aku harus ikhlas merelakannya. Ternyata dari sinilah Allah sedang berbicara denganku, mengingatkan aku kalau segala sesuatu yang sempurna itu belum tentu membahagiakan untuk kita. Mengingatkan aku juga kalau sesuatu yang baik di mata kita, belum tentu baik di mata Allah SWT, justru saat keinginan aku terpenuhi ( laki – laki yang sesuai dengan kriteriaku) aku lupa bersyukur, pikiranku sibuk dengan memuja dia, sibuk dengan urusan – urusanku memikirkan masalah – masalahku dengan dia, hingga aku melalaikan – Nya, dan mengurangi waktuku beribadah pada Allah. Kecintaan aku terlalu berlebihan, seharusya kecintaan pada sesama Makhluk berada dibawah kecintaan terhadap Allah SWT, dan Rosul – Nya. Bukan malah sebaliknya, Astaghfirullah.......

Dari pristiwa itulah aku belajar mengambil ibrohnya, Kedepan aku hanya memasrahkan perjalanan cintaku kepada Allah, biarkan Dia yang memilihkan jodoh yang terbaik untukku menurut – Nya, tentunya seorang laki – laki yang bisa menjadi imam dalam kehidupanku, menuntun aku kejalan – Nya. Bisa memberikan ketenangan lahir batin untukku. Aku cuma ingin menjalani seumur hidupku dengan lelaki terbaik, sehingga aku terinduksi semua sifat – sifat baik dari dia.

Aku juga berharap ketika aku menikah nanti aku bisa menyatukan dua keluarga besar dalam sebuah ikatan silaturahmi yang kuat. Namun, Sekarang aku ingin memperbaiki kualitas keimananku, rasanya tidak mungkin aku mendapatkan seorang ikhwan yang baik jika diriku pun masih sangat berantakan. Aku Cuma berfikir positif, mungkin kegagalanku kemarin karena aku tidak pantas untuk dia, dan dia berhak mendapatkan yang terbaik atau justru Allah akan mengganti seseorang yang lebih baik lagi untukku dan juga untuk orang – orang disekitarku, amin...Aku juga ingin memperbaharui niatku, menikah karena ibadah kepada Allah SWT, karena aku ingin membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan Waro’mah.

aku jadi ingat prinsip 2426 ( Q.S An – Nur : 26 ) Yang isinya perempuan – perempuan keji hanyalah untuk laki – laki keji, dan laki – laki keji hanyalah untuk perempuan – perempuan keji,sedangkan perempuan – perempuan baik hanyalah untuk laki – laki baik, dan laki – laki baik hanyalah untuk perempuan – perempuan baik pula. Jangan mengharap fatimah jika kamu tak seperti ali, dan janganlah mengharap hadijah jika kau tak seperti Rosulullah Muhammmad. Kualitas seorang bisa dilihat dari apa dan siapa yang dicintai, sebab hakikatnya tidaklah dia mencintai selain diri sendiri, tidaklah seseorang mencintai, kecuali kecenderungan dan lukisan hatinya. Mereka yang rendah kan mencintai kerendahan dan mereka yang tinggi kan mencintai ketinggian, Jadilah mulia maka kan kau dapatkan kemuliaan itu...












Tidak ada komentar:

Posting Komentar